Jumat, 28 Maret 2008

Taruhan

Hari ini disuatu warung makan, Kuncung dan Bawuk (masih ingat karakter ini pada posting saya sebelumnya) sedang ”matang” (makan tapi ngutang).

Bawuk : dulu kamu bilang ’akhirnya datang lagi’, lha manaa Cung

Kuncung : maksudmu resesi tho Wuk ? (.. garuk garuk kepalanya soalnya makan, lauknya sedikit tapi nyeplus cabe rawitnya banyak, wong sementara ini rawit masih gratis di warung itu).

Bawuk : Lha hiya, katanya mau resesi

Kuncung : Mungkin belum,... mungkin hampir, mungkin nggak jadi. Tapi nyatanya kita hidup makin susah tho, coba orang antri ’Mireng’ dan ’Minah’, itu lihat koran, indeks harga saham pada jeblok semua.

Bawuk : Aaah aku kok rasanya sama saja dari kemarin kemarin, kalau makan sering ngutangnyadari pada kontan, pergi pulang kerja suka berharap bisa nebeng temen lain (sambil cuek..).

Kuncung : Wuk kamu ini gimana sih, inget Kanjeng Nabi bersabda ” hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan mbesuk lebih baik dari hari ini” kalau nggak kamu termasuk manusia merugi atau celaka. Please dong Wuuuk ... maaanaaaa .. ekspresimuuu.!!

Bawuk : Ya udah aku harus berekspresi susah?

Kuncung : Hal ini belum seberapa , Hayooo berani taruhan nggak. Harga BBM tahun ini naik atau tidak ?

Bawuk : Wah ini tantangan menarik; kalau lihat dari situasi politik kok agak sulit untuk menaikkan harga BBM, tapi kalau dari kondisi keuangan kok ya perlu dipertimbangkan. Lantas Taruhannya apa ?

Kuncung belum sempat menjawab, mereka berdua segera lari keluar warung karena ada penertiban wilayah jualan dilokasi itu..Kasihan mereka, yang dapat mereka pertaruhkan hanyalah harapan .. harapan terbaik dari sejumlah hal buruk yang menghadang didepan.



3 komentar:

Kristina Dian Safitry mengatakan...

tragis banget. meski hanya sepenggal, but cukup bermakna.

Heri Susanto mengatakan...

When prices go up, consumers firstly suffer and when prices go down they lastly get profits.

Mind Transportation mengatakan...

Memang pilihannya serba sulit, apa lagi kalau ada kepentingan lain dibelakang keputusan.
Saya inget jaman SDSB, meskipun masyarakat masih miskin, tapi banyak yang main. Karena disitu mereka punya "harapan", yang fifty fifty. Harapan memang penting ya ?