Selasa, 13 Oktober 2009

D’you love me ?

Ribut masalah pemaksaan hak secara sepihak atas produk budaya suatu negara menjadi masalah yang mengganjal rasa dan pikiran berbagai pihak di negara ini. Baik yang berkepentingan secara langsung ataupun yang tidak berkepentingan ikut urun suara di pelbagai media.
Makanan, kesenian (syair, lagu, tarian, alat musik), pakaian (Batik, tenun dll), jadi rebutan untuk di daftarkan ke patent.
Kalau sedang merasa kehilangan baru kita ribut ribut. Tapi pernahkah kita bertanya apakah kita punya sistem yang baik untuk melestarikan legacy tersebut, tidak usah lah atas nama bangsa, etnis, agama, akan tetapi atas nama umat manusia sebagai mahluk sosial yang hidup dimuka bumi ini.
Pelestarian produk budaya atau tradisi bukan semata mata untuk kepentingan posessiveness saja tapi untuk kepentingan umat manusia. Coba bagaimana kita bisa punya budaya tari topeng Betawi, atau cerita pada wayang kulit/golek, Mie Baso/somay ?, bukannya dari belahan lain bumi ini ?
Nah kalau untuk kepentingan kebanggaan bangsa yang ada unsur posessiveness nya kita jadi ( merasa) perlu untuk didaftarkan untuk mendapat pengakuan, dipublikasikan dan sebagainya, maka ada satu syarat lagi yang harus kita miliki... yaitu kita harus MENCINTAINYA, dan dengan rasa sayang kita harus mampu memeliharanya.
Coba tanya; berapa banyak dari kita yang mengetahui tentang tarian tradisi daerah tertentu, dan tanya lagi berapa dari kita yang ikut mempelajarinya atau menganjurkan kepada anak anaknya untuk ikut belajar tarian tersebut.
Belum lagi mengenai produk sastra, produk makanan, bahkan abjad/huruf daerah tertentu dan lain sebagainya. Apakah kita turut memperhatikan dan ikut memeliharanya?
Kalau kita nggak pernah mencintai dan menyayanginya, kenapa juga kalo bangsa lain ingin memilikinya kita jadi sewot..?

Kalau gak ingin CENDOL atau DAWET diakui oleh orang lain, apakah anda sudah pernah tau bagaimana cendol dibuat ?, di daerah mana saja dan untuk kepentingan apa saja makanan itu disediakan ?, kenapa ada acara Dodol Dawet (jualan cendol) pada upacara pernikahan .... ?
Misalnya begitu lho...

D’you still love me now..? or you just don’t care about it..

HOMO GLOBULUS 2

Tepat setahun yang lalu saya pernah posting bertajuk Homo Globulus, waktu itu saya melihat bahwa ternyata efek global sangat terasa pada kondisi perekonomian kita (financial crisis di Amerika pengaruhnya secara langsung dan ‘seketika’ dapat dirasakan di negeri ini). Betapa efek global itu dapat kita rasakan (manfaat maupun mudaratnya) dengan serta merta.
Selain Homo Ludens kita sekarang juga menjadi Homo Globulus, ‘semua’ bisa berkomunikasi dengan ‘semua’, ‘semua’ bisa menjadi bagian dari ‘semua’ , mau tidak mau suka atau tidak suka kita menjadi mahluk yang sangat terpengaruh dan dapat berpengaruh didalam efek global.Setahun yang lalu mungkin pengguna Facebook di Indonesia masih separuh dari hari ini, inilah betapa kita memang Homo Ludens dan sekaligus Homo Globulus , semua ingin informasi dari semua,dan semua ingin memberi informasi tentang diri masing masing, bukan main... the power of information.