Rabu, 30 April 2008

Wayang

Jaman saya kecil dahulu (that would be some decades ago), salah satu favorit komik yang banyak digemari adalah komik Wayang (atau karena mungkin memang pada waktu itu jumlah komik masih jarang).Dan tentu saja cerita wayang ini bukan bacaan “umum” di sini karena tentunya penggemarnya pada umumnya berlatar belakang (baca: ‘keturunan’) Jawa (barat, tengah, timur) dan Bali.
Ada beberapa cerita (lakon) yang saya tahu mengenai Wayang :
Wayang Purwa, Mahabharata, Bharata Yudha, Ramayana, cerita setelah Bharata Yudha, dan juga ’pethilan’ (bagian bagian cerita ) dari masing masing yang telah disebutkan tadi.
Pengarang komik (bukan pengarang ceritanya) ada beberapa orang dan salah satunya sampai sekarang saya masih melihat komik buatan R A Kosasih tersebut ada (dan tak terjamah) di sudut toko buku.

Kalau ditanya, siapa sih tokoh favorit di dunia pewayangan, Saya sendiri tidak punya favorit khusus, karena memang banyak hal yang bisa diambil makna dari masing-masing tokoh dan kejadian, yang banyak sih orang memilih tokoh ksatria; Bima, Arjuna, Gatot Kaca, atau Semar yang termasuk punakawan dan bahkan Kumbakarna si raksasa, gak ada sih yang mengidolakan Burisrawa.
Yang banyak juga yang memfavoritkan tokoh musuhnya Burisrawa yaitu Satyaki.
Satyaki adalah iparnya Prabu Kresna dari Dinasti Wresni di kerajaan Dwaraka yang beribukota Dwarawati.
Satyaki selain panglima juga merupakan sais kereta perangnya Kresna. Sakti berwatak keras, jujur, kalau bicara seperlunya dan abdi negara yang unggul.Senjata pusaka yang digunakannya adalah Gada Kuning pemberian iparnya Kresna.



Tokoh ini berhasil membunuh musuh bebuyutannya Burisrawa pada perang Bharata Yudha (meskipun dibantu oleh Arjuna).
Namun sayangnya, karena kutukan Dewi Gandari (ibunya para Kurawa) 36 tahun setelah Perang di Kurusetra berakhir, seluruh kerajaan Dwarawati (Dinasti Wresni) harus hancur musnah karena kegilaan dan perang saudara tanpa sebab, kecuali para wanitanya dan Prabu Kresna sendiri.Lha ini Cuma ceritanya lho betapa hebatnya kutukan seorang Ibu, saya Cuma menggambarkan sedikit cerita dari dunia pewayangan yang pernak pernik diwarnai nilai nilai baik sosial maupun politik.

Wah barangkali asyik deh kalau dibuat film animasi model Naruto. Kok nggak ada yang mau membuatnya yaa..


(gambar Prabu Satyaki diambil dari http://id.wikipedia.org)

Minggu, 20 April 2008

Cover Boy

Beberapa tahun yang lalu, waktu saya “masih muda”, pernah berpose di cover majalah Rolling Stone.Ini bukan tanpa alasan karena memang dalam beberapa penggal (baca : perioda) hidup saya, saya pernah punya keinginan untuk punya ‘kebisaan’ dibidang musik.




Tapi keinginan itu gak pernah didukung dengan tingkat keseriusan yang tinggi (misalnya dengan ikut pendidikan khusus tertentu).Dan akhirnya keinginan itu pupus sendiri karena mungkin perubahan usia dan ’menyadari’ bahwa paling pol ya sampai sebatas penikmat musik saja, dan ditambah waktu beranjak ’tua’ sangat disayangkan terjadi kecelakaan yang membuat jari kelingking saya patah dan tendonnya putus sehingga sangat menyulitkan untuk bermain alat musik yang kebetulan saya bisa mainkan (gitar).

Yaah, memang perubahan usia, perubahan kebutuhan sosial, dan perubahan motivasi bisa membentuk pergeseran keinginan/cita-cita dari seseorang (apalagi ditambah kecelakaan tersebut .. he..he).
Live goes on, people change, even the climate change. Tapi yang gak berubah selera musik, musik rock (especially progressive rock) ya tetap menjadi favorit pertama saya. Saya belum pernah tahu kalau ada orang yang karena bertambahnya usia terus jadi berubah selera musiknya.
Tambahan untuk komentar foto saya tersebut. Tentu saja itu bukan di cover majalah Rolling Stone yang beredar, tapi saya buat di salah satu stand di Movie World, Gold Coast.

“Don’t judge the cover by its book/magazine” begitu kata Tukul Arwana…. eh terbalik ya.

Selasa, 15 April 2008

Love Stories

Masih ada sisa cerita tentang India.It’s about great love stories.

Banyak kita tentu mengetahui bahwa Taj Mahal adalah salah satu bangunan yang masuk salah satu keajaiban dunia. Bangunan makam dengan arsitektur muslim ini dibangun oleh Shah Jehan (1592 – 1666), Raja ke lima dari Wangsa Mughal.
Ini adalah the monument of love dari seorang Pria yang sangat mencintai istrinya Mumtaz Mahal (Jewel of the Palace), yang meninggal pada saat melahirkan putra ke empat belasnya.
Bangunan Marmer putih disisi sungai Jamuna ( di kota Agra), ini dibangun oleh sekurangnya 20 ribu pekerja selama 18 tahun (1631 – 1652). Kaligrafi ayat ayat dari Kitab Suci Al Quran menghiasi bangunan yang sangat kokoh dan indah ini.
Didalam bangunan utama terdapat makam Mumtaz Mahal dan juga makam Shah Jehan yang bersebelahan, dengan ornamen 99 nama Allah (Asmaul Husna).
Sedangkan di sisi kanan dan kiri (agak jauh) terdapat bangunan Masjid dan semacam kolam untuk berwudhu.
Kalau anda berada di lokasi tersebut maka akan terasa sejuk dan damai, bener bener environment yang luar biasa.


Taj Mahal dari pintu masuk



Di halaman muka


Kaligrafi di pintu Makam

Remaja bercengkerama di kolam sisi (tempat berwudhu)



Masjid di sisi Bangunan Utama



Kalau anda berpendapat bahwa Taj Mahal merupakan satu satunya bangunan ”perwujudan cinta” di India , then.. you were wrong.
Di New Delhi pada se abad sebelumnya, tepatnya tahun 1565, telah ada sebuah makam yang tidak kalah indahnya dengan Taj Mahal.

Kalau Taj Mahal dibangun oleh seorang suami untuk istrinya maka Makam Raja Humayun (juga Wangsa Mughal) dibangun oleh sang Janda (Hamida Banu Begum) untuk suami tercinta.
Humayun adalah Raja yang taat beribadah, dia meninggal sesaat setelah mendengar Adzan dan beliau bergegas untuk menyambut panggilan Shalat tersebut dan terjatuh dari tangga kemudian meninggal beberapa hari kemudian.
Karena dibangun lebih awal, maka bahan dan teknologi pembangunannya agak berbeda dengan Taj Mahal, namun keindahannya tidak kalah.


Humayun's Tomb dari muka


Wah .... dua buah monumen cinta yang luar biasa

Minggu, 13 April 2008

Menuju Puncak

Menuju puncak, gemilang cahaya .. itu sebaris syair lagu dari Acara Academy Fantasy nya Indosiar tapi posting saya nggak mampir ke situ.

Sisipan gambar pada posting saya ini adalah Monumen Nasional, bukan maksudnya mau posting mengenai menuju puncaknya Monas, sebetulnya mau memotret latar belakangnya yaitu bangunan di jalan Medan Merdeka Utara yang menjadi simbol simbol puncak kekuasaan negara yaitu Istana Merdeka tapi karena motretnya pakai handphone ya cuma seperti ini kelihatannya.

Saat ini di Negara kita sedang banyak terjadi proses (yang katanya) demokratisasi MENUJU PUNCAK bagi karir seseorang (tentunya menuju puncak kekuasaan). Baik di tingkat Desa, Kabupaten, Propinsi, Negara dan bahkan juga di Instansi Pemerintah dan Perusahaan milik Negara.


Saya teringat sahabat saya Adit yang didalam lognya menulis tentang Skala Motivasi nya Ian Marshal yang sedikit berbeda cara pandang dengan Piramid Kebutuhan nya Maslow. Dalam blognya terdapat deskripsi mengenai skala motivasi manusia dan (ada ’rate’nya ), dari kelompok yang tertinggi karena Aktualisasi Diri kemudian berturut turut, Harga Diri, Rasa Memiliki dan Rasa Aman dan masing masing kelompok memiliki atribut atribut; dari Kreativitas, Pengetahuan teruuus sampai serakah dan rasa takut . Wah asyik dan menarik juga mempelajari motivasi manusia dan tentu saja kalau dikaitkan dengan topik MENUJU PUNCAK yang saya sebutkan di atas.

Jadi Pimpinan di Puncak nggak gampang lho, apalagi kalau berkaitan dengan institusi Negara atau Pemerintah; unsur penting tidak hanya Leadership tapi juga Followership dan Fellowship. Lha untuk memenuhi unsur pertama saja ( Leadership) berat banget.
Saya pernah dapat tulisan dari Mailing list (thanks to Mr Narto) yang membahas bahwa Leadership itu ada 6 macam (menurut Daniel Goleman) yaitu ; Visionary (memiliki visi), Coaching (mendidik), Affiliate (mengedepankan keharmonisan dan kerja sama), Democratic (menghargai pendapat orang lain ), Pacesetting (memberikan contoh dan tindakan), Commanding (tegas dan berani mengambil resiko).

Pemimpin paling ideal menurutnya adalah mereka yang mampu menerapkan ke-6 tipe tersebut sesuai dengan kebutuhan secara benar dan tepat. Setujuuuu.. nggak cuma kecerdasan intelektual saja, perlu kecerdasan emosional dan spiritual.

Gambar Monas tadi saya ambil pada tanggal 10 April 2008 yang lalu dari lantai 12 sebuah gedung di jalan Medan Merdeka Selatan. Dimana ditempat itu juga sedang terjadi proses MENUJU PUNCAK.

Macet 4 bulan

Memperhatikan berita di media, ” kalau anda mau menuju dan dari Airport Soekarno-Hatta perhatikan , ruas jalan tol Priok – Jembatan Tiga sedang mengalami perbaikan....dst... perbaikan memakan waktu empat bulan....dst”.
Lha yang namanya masyarakat langsung mrongos.. dan membayangkan lha macet kok ya sampai 4 bulan ...?, ya wajar saja, ada dari mereka yang berpengalaman membutuhkan waktu 4 jam untuk mencapai Bandara dari Kelapa Gading (kalau naik pesawat sudah sampai Hongkong deh).
Beberapa bulan lalu saya pernah posting berjudul ”Manajer Kolong Tol”, yang sedikit mengulas kondisi jalan layang tol tersebut yang terkena musibah kebakaran. Bagi anda yang belum tahu, ini ada gambar kondisi Girder (balok beton jembatan) setelah terkena kebakaran.






Kenapa gini,.. kenapa gitu ?

OK, kenapa macet ?, karena jalannya sedang dibetulkan,
Kenapa lama banget ?, Girder yang mesti diperbaiki (diganti?) ada 19 buah kalau nggak salah dan pengangkatan dan penggantiannya harus melalui proses yang cukup sulit karena harus seimbang terus (ini jalan layang lho, yang ditopang tiang-tiang ’pier’ yang harus menerima beban yang simetris dan seimbang).
Kenapa tidak ditutup saja dulu? (supaya memudahkan perbaikan), yaa mungkin akan berdampak lebih besar pada traffic di jaringan jalan Jakarta.
Kenapa bisa terbakar ?. Ya karena ada pemukiman liar di kolong tol.
Kenapa bisa ada pemukiman liar dikolong tol ?... Wah aku gak bisa jawab nih.
Kenapa tidak ada alternatif jalan menuju Bandara Internasional kita (waktu itu juga pernah jalan tol kebanjiran sehingga traffic terputus)?.
Wah lha ya ini ; menurut UU 34 tahun 2008 tentang Jalan, Jalan tol pangkatnya adalah hanya sebagai ”jalan alternatif” untuk lintas transportasi jalan raya.

Lha Kenapa tidak ada ”Jalan Utama” menuju Bandara ?, ada atau tidak ?, dipelihara atau tidak keberadaannya?.... Wah ini juga saya gak bisa jawab.

Rabu, 02 April 2008

Djoko .. who?

It’s about a name, … what’s in the name kata William Shakespear.
Ada pembicaraan klasik yang sering saya dengar mengenai 3 orang beken di Indonesia bernama ”Rudy” ; Rudy Hartono (Maestro Bulutangkis), Rudy Khoirudin (Master of cooking), dan Rudy Hadisuwarno (Penata Rambut kawakan). Tiga orang “Rudy” yang mempunyai jalur profesi, karir dan rejeki yang berbeda, yang menjadi sama adalah bahwa mereka adalah Rudy yang “sudah punya nama” di Nusantara.
Tentu hal ini tidak datang dengan sendirinya, penuh dengan struggle/ perjuangan dan pengorbanan.Nah kira-kira apa saja yang membawa pengaruh pada pembentukan diri mereka ya ?
Bibit ?, secara genetik ?, tentu . Kata psikolog manusia mempunyai 8 jenis kecerdasan, saya percaya salah satu kecerdasan orang tua bisa menurun secara genetis.
Pendidikan, tentu saja ini berpengaruh karena secara kontinyu memberi asupan pengetahuan.
Lingkungan beserta seluruh pengalaman didalamnya, ini semacam pendidikan non formal yang secara sengaja atau nggak sengaja membentuk seseorang (saya kira ini paling menentukan).
Yang saya ingin garis bawahi disini adalah bahwa hidup ini sendiri merupakan kumpulan dari pilihan-pilihan. Kalau seseorang ingin ”bernama”; selain bibit, pendidikan dan lingkungan tentu saja usaha yang cukup untuk mencapainya (ini yang saya sebut dengan
pilihan-pilihan nya).

Kembali ke pembahasan ’nama’ tadi ; untuk nama the Djokos ya ada ; Djoko Kirmanto (menteri),Djoko Santoso (Panglima), Djoko Pekik (pelukis) naaah untuk Djoko Dwijono yaa baru sampai jadi blogger pemula (padahal saya sudah mencoba resep resep ”branding yourself” nya Mario Teguh di depan boss-boss supaya bisa dapat ”nama” he..he.. ).

Eh tapi jangan ketahuan sama Roy itu lho.. Roy Suryo (yang katanya ”pakar” telematika yang bilang bahwa blogger lah yang beberapa waktu yang lalu mengganggu situs situs internet), kalau sama Roy Marten atau Roy Keane sih boleh saja.



(anakku lagi ngedit blog ku)