Minggu, 20 Juli 2008

Jaga Jarak

Beberapa waktu yang lalu saya sempat (ehh ..”menyempatkan”) diri melihat pameran Automotive 2008 di JHCC. Wah… tumben, dengan tanda masuk yang di banderol tigapuluh ribu rupiah sekedar lihat keliling kanan kiri (yang pasti gak akan mbeli!!), cukup sudah terpuaskan mata saya dengan melihat mobil mobil dengan harga jutaan sampai miliar an.
Pulang dari pameran, jalan macet penuh kendaraan as always like that, kebayang aja meskipun dengan mobil ribuan cc yang mahal tetap saja jalannya merambat seperti uler keket.
Pikiran saya melayang ke tahun 2038, yaaa.. tigapuluh tahun dari sekarang, I was wondering .bagaimana suasana jalan di Jakarta ini.
Apakah jalan makin padat (stuck) atau mungkin malah kosong melompong dan hanya orang yang sangat berpunya yang menggunakan kendaran pribadi ?.
Minyak harganya sudah U$ 900/barrel ? atau premium sudah Rp 25.000/liter.I am wondering .. juga bagaimana kebijakan pemerintah tentang energi dan transportasi ditahun itu (lha wong di tahun sekarang saja ndak jelas, meskipun tentu saja kita sadari bahwa pola perilaku masyarakat juga ikut andil adanya krisis energi di negeri ini).

(calon penghuni jalan kita), wah warna putih masih favorit juga rupanya.


Nah pas keesokan harinya, saya melihat dipojok depan rumah saya terjuntai daun dan buah dari pohon jarak pagar. Bukan secara kebetulan, tetapi menurut saya ini (pohon jarak pagar), bisa menjadi pohon andalan dimasa mendatang sebagai alternatif bahan bakar.
Minyak yang dihasilkan dari biji jarak lebih kurang 25 % dari berat bijinya, dan biji jarak ini sudah digunakan sejak puluhan tahun oleh kakek dan buyut kita untuk penerangan di desa.

Ada yang belum pernah melihat buah dan biji jarak pagar ?


Ayo jaga jarak dan dibudidayakan, siapa tahu menghasilkan . Brazil saja bisa sukses dengan tebu dan methanolnya.








Minggu, 06 Juli 2008

Food VS Food

Usaha apa di Indonesia yang nggak ada matinya ?...
Makanan bung .. usaha makanan nggak pernah ada matinya (paling tidak berisiko lebih kecil deh).
Coba lihat saat kapan orang Indonesia nggak makan (atau minum tentunya) ?. hampir nggak ada, karena tiap jam adalah jam makan.
Mulai pagi sampai pagi lagi, sebut saja jam berapa; warung makan, kaki lima, dan restoran nggak pernah sepi, mau jam kerja atau jam istirahat. Karena memang kultur kita tidak mengenal jam makan seperti misalnya orang dari belahan dunia Barat. Disana kita jarang mendapatkan restoran atau tempat makan yang penuh pada jam 9 sampai jam 11 siang atau jam 15 sampai jam 17.
Pokoke tidak ada jam yang nggak cocok untuk makan makanan apapun di Indonesia.
Nah, jadi kalau mau mulai ber usaha, cobalah untuk berbisnis makanan.
Lantas makanan apa yang paling diminati ?.ternyata konon ranking tertinggi adalah makanan berbahan Mie (mie baso, mie goreng dsb) dan kemudian makanan cepat saji model Barat (sejenis burger, hot dog dsb).
Saya punya teman di kantor yang bisa menjadi inspirator untuk memulai berusaha makanan.Teman saya yang hebat ini (Cak Eko) bukan hanya punya Franchise (Baso, Soto dan Bebek goreng), dia juga sudah menulis dua jilid buku mengenai ”bagaimana kiat memulai usaha sendiri”.
Saya juga mau nyoba untuk mulai usaha makanan aah.. Nah untuk percobaan saya membuat ayam panggang Klaten di sudut rumah saya disuatu siang.
Bahan dan caranya gak terlalu sulit sih; Seperti kita membuat opor ayam, hanya saja santannya agak kental, dan setelah cukup berminyak, kemudian di bakar dengan arang.... muantaabs


ICT VS Media Transportasi


Seperti posting sebelumnya (mobile society), menurut saya ICT (Information & Communication Technology) akan semakin mendekati kondisi ultimate yang artinya manusia akan semakin connected setiap saat, sembarang tempat dan kemana saja.
POP (Point Of Presence) seseorang tidak harus tetap pada suatu lokasi, definisi tempat berkegiatan tidak harus selalu di kantor atau sekolah karena bisa saja dilakukan dari rumah atau bisa di mana saja.
Penetrasi pengguna internet sampai saat ini mencapai beberapa juta yang pastinya akan terus bertambah seiring (tentunya) dengan semakin menurunnya tarif koneksi internet di Indonesia, yang sekarang ini mungkin masih dikuasai ”persekutuan penyedia jasa koneksi internet”. Saya punya hipotesa bahwa apabila semakin tinggi penggunaan ICT maka akan semakin turunnya demand akan transportasi karena akan terjadi perubahan pola berkegiatan (ngantor, belanja atau sekolah dari rumah).
Coba saja kalau harga koneksi internet bisa murah dan cost of ownership kendaraan bermotor di naikkan maka bangsa ini akan semakin cepat pandai (karena ICT yang murah dapat merambah ke desa-desa) disamping itu lingkungan akan semakin baik karena pembakaran minyak bumi berkurang (demand transport berkurang, emisi gas buang berkurang dan jalan nggak macet).
Asal diketahui saja pernah ada yang bilang (di KOMPAS) bahwa kerugian akibat macet di DKI Jakarta tahun 2007 mencapai RP. 43 Triliun, dan bahwa kenaikan jumlah sepeda motor sebesar 2,4 kali (dalam kurun waktu 2000 – 2007) paralel dengan penurunan travel speed di jalan-jalan DKI
Kemungkinannya kecil atau besar ya bahwa pengembangan ICT bisa mengubah pola kita berkegiatan khususnya yang berkaitan dengan transport demand ?.. tergantung dari kemauan kita semua, coba perhatikan, tarif selular saja sekarang berlomba untuk turun (apakah sebetulnya karena tarif selular terdahulu terlalu mahal dan dikuasai kartel ya..?).Nah coba sekarang dan nantinya harga bahan bakar fosil makin tinggi sementara harga layanan ICT (kita harapkan) menurun apakah kita tidak mulai berpikir untuk mengubah pola berkegiatan ?.