Jumat, 28 Maret 2008

Mbulet

Bahasa Indonesianya ya muter muter (bener gak ya?).
Apa sih yang ’mbulet’ ?.
Ini lho ceritanya ; kata orang suksesnya organisasi (besar atau kecil, pemerintah ataupun non pemerintah) , secara mendasar kalau didukung oleh Sumber Daya Manusia yang baik.
Sumber Daya Manusia yang baik pasti didukung oleh sistem pengembangan sumber daya manusia (sistem HRD) yang baik.
Sistem HRD yang baik perlu didukung oleh perencanaan strategis yang baik.
Perecanaan Strategis yang baik adalah yang mempunyai sasaran, kebijakan dan program yang baik.
Sasaran dan kebijakan yang baik pasti dikeluarkan oleh Pemimpin yang baik.
Pemimpin yang baik sudah sepantasnya lahir dari sumber daya manusia yang baik....
Lho kok muter lagi ya ... ..Ini yang namanya Mbulet.

Terus bagaimana memotong siklus ini?, bagaimana memotong kerugian yang lebih besar lagi di masa yang akan datang?
Tentukanlah pemimpin yang baik. Namun demikian perlu diingat bahwa pemimpin yang baik itu berbeda dengan pemimpin yang sukses.
Pemimpin yang baik cenderung memimpin untuk kemaslahatan banyak pihak (stake holder organisasi tersebut) sedangkan Pemimpin yang sukses, cenderung ”sukses” untuk dirinya sendiri.
Ini kata saya lho (just between us ..he..he).

Dan satu lagi; kalau untuk lingkup disuatu perusahaan, yang diperlukan adalah Pemimpin (Leader) bukan Majikan (Master).
Ingin tau bedanya majikan dengan pemimpin… tunggu posting saya yang akan datang.

1 komentar:

Heri Susanto mengatakan...

Pak Dion, lanjutan artikelnya banyak di tunggu teman-teman nich...ha...ha...

Tema artikel seperti ini lagi up to date, pada umumnya kita cenderung beranggapan lagi ada krisis kepemimpinan.

contohnya sekelumit artikel saya di bawah ini yang berjudul

Antara "Kader" dan "Anak buah"

Menyimak perilaku para pemimpin dan manajer di perusahaan.

Pada umumnya mereka para pemimpin dan manajer di perusahaan sering kebingungan, jika ditanya tentang siapa-siapa saja yang layak menjadi calon pemimpin dan manajer untuk masa depan di perusahaan.

Hal ini memberikan indikasi bahwa sebagai perusahaan yang telah go public , ternyata kita sering lupa untuk mempersiapkan kaderisasi.

Di benak kebanyakan karyawan yang duduk sebagai manajer, baik disadari atau tidak, ternyata punya "anak buah" lebih penting dari pada punya "kader".

Gejala ini ternyata merambah juga ke kalangan para aktivis serikat pekerja dengan berbagai latar belakang bidang organisasi yang di bawah Serikat pekerja.

Bila para aktivis Serikat Pekerja "senior" ditanya satu persatu siapa saja yang punya “kader” maka gelengan kepala jawabnya. Tapi bila ditanya siapa saja ”anak buah” mereka, maka berhamburanlah nama-nama.