Sabtu, 22 Maret 2008

OoH TARIF

Tarif yang dikenakan untuk sarana,prasarana publik selalu menjadi perdebatan.
Dalam banyak kesempatan sering terdapat perbedaan persepsi bahwa sarana dan prasarana publik seharusnya free alias gratis dan pemerintah acapkali dituding (atau memang benar ya..?) berpihak pada pengusaha sarana/prasarana publik.
Saya mau share sedikit pendapat, khususnya didalam aplikasinya pada jasa prasarana jalan tol (ini yang saya kira agak umum) dan ini saya sampaikan melalui suatu diagram jungkat jungkit (terserah saya kan..).



Pada lengan yang satu mewakili cara pandang investor atau pengelola sarana/prasarana, sedangkan di lengan yang lain mewakili kepentingan pemakai jasa.
Idealnya jarak antara pusat pusat beban ke sumbu pengungkit adalah sama panjang (artinya pemerintah/negara adil dan tidak berpihak).Lha kalau lengan momen tersebut (wah istilah mekanika nih) sama panjangnya seharusnya untuk balance maka besarnya tarif/km nya adalah sama, A = Z.Dalam hal ini A= B +C +D +E , sedangkan Z= V + W + X + Y.
Nah kemudian sekarang untuk masing masing pihak perlu jujur dan fair melihat kepentingannya sendiri sambil juga melongok kepada kepentingan pihak lainnya.
Disisi Investor misalnya perlu selalu dan terus menerus melakukan evaluasi terhadap penetapan biaya operasi dan mengimpun sebagian profitnya untuk development selanjutnya dan pembagian deviden. Dan juga dari sisi pajak, apakah pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan pajak untuk meringankan para investor yang pada gilirannya mengecilkan tarif prasarana (coba saja bayangkan ; padahal investasi ini pada awalnya dibuat dengan tidak menggunakan APBN, tapi investor tidak dikasih support di bidang pajak, misalnya dibebaskan PBB atau keringanan yang lain, bahkan investor yang berplat merah, BUMN, malah ditarik deviden yang besar instead of diberikan kepada perusahaan untuk mengembangkan jaringan jalan yang baru).

Disisi Pemakai Jasa, harusnya juga fair untuk berani memberi nilai tinggi untuk keamanan (Rp B), keamanan disini adalah safety and secure, serta kenyamanan (Rp.C).Untuk harga satuan waktu ini cukup sulit, memang ada orang yang mengatakan bahwa bisnis tol adalah ”trade time for money”, tetapi faktor eksternal di Indonesia untuk hal ini cukup besar, ini karena jaringan jalan yang terhubung ke jalan tol dan juga masalah penegakan disiplin pengendara yang diluar kendali operator.
Lha semua wacana, perhitungan,tarik ulur dan due dilligence di atas tadi dilakukan pada saat tarif awal akan diajukan. Ini karena UU nya berbunyi bahwa setiap periode tertentu otomatis tarif tol akan ”disesuaikan” jadi kalau sudah ditetapkan tarif awalnya ya otomatis penyesuaiannya tiap dua tahun berdasarkan inflasi.

Lepas dari besaran A atau Z tadi, terbaiknya adalah ”lengan momen” antara Z dan A dipendekkan. Gimana caranya ?
Ya melalui komunikasi publik yang baik antara investor/operator dengan pemakai jasa, jalin persahabatan yang positif, jaga keterbukaan, sehingga masalah dapat dihadapi bersama, kan juga bukan untuk kepentingan sepihak toh?.Percaya nggak bahwa tingkat pelayanan prasarana/sarana publik sangat tergantung juga dari attitude publik itu sendiri.
Tapi memang mudah berkata-kata, yang jelas ”kepentingan” bersama biasanya akan berubah menjadi ”kepeningan” bersama.Contoh ; kalau pengelola menaikkan tarif...( hari giniii.), publik mungkin akan tidak sepaham, .. pening bersama khan .

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Dioan

Pak Dion, Artikelnya bagus banget.

Pertanyaannya saya, siapa yang memfasilitasi komunikasi publik yang baik antara investor/operator dengan pemakai jasa ?

Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah ?


Terkait dengan Tarif tol pada UU 38/2004 tentang jalan Pasal 48 ayat (3) berbunyi, bahwa evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflansi. Penyesuaian tarif tol ditentukan 2 (dua) tahun sejak penetapan terakhir tarif tol, dengan formula: Tarif baru = tarif lama (1 + inflansi).

Data inflasi yang berlaku adalah data inflansi wilayah yang bersangkutan dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Nilai inflasi yang berbeda di masing-masing Pemerintah daerah
berakibat Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah mempunyai kepentingan yang berbeda dalam menyikapi penyesuaian tarif di industri jalan tol di negeri ini.

Pada akhirnya saya sepaham dengan Pak Dion, jika tidak ada komunikasi dan perbaikan regulasi secara komprehensif maka ”kepentingan” bersama biasanya akan berubah menjadi ”kepeningan” bersam

Mind Transportation mengatakan...

Mas Heri, tks komentarnya.
Yang penting (kalau anda sebagai operator); jangan serahkan kepentingan strategis ini kepada pihak kedua (eksternal), jadi yang harus lebih dominan untuk melakukan komunikasi adalah operator. Operator perlu PRO (public relation officer) dan GRO (Government relationship Officer). Dan jangan lupa, komunitas pemerhati Tol juga perlu diciptakan untuk kepentingan publik (ini tentunya diprakarsai oleh publik).Coba saja , kita bisa mendidik bangscara berlalu lintas lho... hee.. hee.Kalau masalah teknis perhitungan tarif, yaa buatlah supaya hal tersebut transparan dan akuntabel secara bersama)

Anonim mengatakan...

IMO:
bisnis tol harus menjanjikan...
kalau tidak...ga mungkin ada yg tertarik 'n 1.000 km jalan tol di Indonesia ga mungkin bisa tercapai...

Kristina Dian Safitry mengatakan...

sip.betul sekali itu. karena, jika tidak ada kominikasi publik antar beberpa komponen ini, bisa jadi ada fihak2 tertentu yg akan memanfaatkanya demi kepentingan privatisi. he..he...begitula pandangan perempuan negeri seberang.

Mind Transportation mengatakan...

Thanks untuk Zesa dan Kristina. Lha nyang namanya komunikasi rak yo penting kan, untuk membuat orang tertarik ,juga membutuhkan janji janji yang dikomunikasikan dengan baik tho.