Senin, 19 November 2007

Transportasi Air


Yang saya maksud disini bukan alat pengangkutan melalui air, tetapi perpindahan air di muka bumi ini khususnya air permukaan.
Waktu masih di SMP guru saya mengatakan bahwa definisi Sungai adalah: “air yang mencari keseimbangan”. Pada kala itu di Jakarta, dimana saya bertempat tinggal masih sedikit daerah yang terkena genangan air permukaan alias BANJIR.

Setelah beberapa puluh tahun berselang di Jakarta, ada yang masih TETAP dan ada yang BERUBAH. Yang masih TETAP tentu saja ‘AIR’ nya yang datang pada masa penghujan dan juga sifatnya seperti yang guru saya katakan selalu mencari keseimbangan.

Lha yang BERUBAH banyak sekali ;
Sungainya berubah, penampang basahnya berkurang karena sedimentasi dan penyempitan.

Tata guna lahan tentu saja berubah dahsyat, daerah terbuka hijau berganti fungsi, hutan beton dan aspal bertambah secara massal. Saluran got tertutup atasnya sehingga sulit terkontrol.

Penduduknya tambah buaanyak (tapi nggak tambah pinter), malah menambahkan jumlah masalah secara deret ukur.

Pemerintahannya, silih berganti kepemimpinan, tapi ya tetap saja masalah regulasi yang kurang lengkap, kalaupun lengkap enforcement nya yang tidak baik. Rencana tata ruang berubah-ubah tanpa kepastian.

AIR yang rumus dasarnya H2O, nggak perduli dengan perubahan-perubahan tersebut di atas, tetap saja dia mencari keseimbangan, disana sini di sumpal, tidak diberi akses ya ngamuk lah dia menjadi banjir. Kok kita manusia ini tidak pernah sadar bahwa AIR sih tetap saja, yang rusak dan mbeling adalah manusianya; saya, kamu, dia, miskin, kaya, pejabat, pengangguran.
Jadi semuanya saya kira jelas yang kusut adalah manusia dan seluruh sistem pengaturannya. Saya tidak setuju dengan syair lagunya Milly Vanilli ; .. Blame it to the rain..

Tidak ada komentar: