Selasa, 09 September 2008

So Full

Pernah mudik Lebaran? Saya memang kebetulan belum pernah, hanya saja setiap tahun (khususnya di bulan Ramadhan dan Syawal), hal inilah yang menjadi ’bahan cerita’ kalau sedang berbincang dengan sanak saudara dan kerabat.

Tahun 2008 ini menurut pak Polisi, para Mudiker’s mencapai jumlah 16 juta orang di seluruh Indonesia yang berarti kenaikan sebesar 6 % an, nggak tahu gimana caranya menghitung tapi saya duga sebagian besar tentunya akan ke daerah daerah di pulau Jawa. Jalur transportasi yang paling populer tentu saja jalur Pantai Utara Jawa yang selalu saja menjadi topik setiap saat di seluruh jejaring informasi.
Dari data yang ada ternyata untuk DKI Jakarta saja sekarang ini tercatat ada 5,5 juta kendaraan bermotor yang merupakan kenaikan sebesar 300 % selama 4 tahun terakhir. Yang cukup menjadi perhatian dan keprihatinan kita semua adalah bahwa transportasi darat di jalur pantura, di beberapa tahun terakhir ini sangat disesaki oleh sepeda motor. Padahal kita tahu bahwa sepeda motor adalah alat transportasi perkotaan dan tidak disiapkan untuk menjadi alat angkut antar kota apalagi antar propinsi (kayak bis aja ya..), dan sedihnya 90 % kecelakaan di jalan raya pasti melibatkan sepeda motor..
Lantas mudik sebenarnya untuk apa/siapa yaa ?.


Setiap tahun selalu kita menyaksikan drama mengenai para mudiker’s di Televisi atau media lainnya. Beberapa teman saya selalu bilang ”. ..tentu saja kamu tidak pernah sih merasakan perlunya mudik (dan nikmatnya barangkali)...”.Wah sory memang belum pernah, tapi saya membayangkan para keluarga (Bapak Ibu dan anak anaknya) yang dengan effort luar biasa atas nama tradisi melakukan mudik, apakah sang Bapak atau Ibu pernah bertanya kepada anak anaknya pilihan untuk tidak ikut mudik ?. Jawaban anak anak bisa saja ”ogah aaah, macet, nggak enak, cape, bosen gitu gitu aja.. ”.terus ditambah lagi: ” paling paling Bapak/Ibu akan bercerita ...dulu waktu Bapak /Ibu kecil sekolahnya disitu ... dekat kantor kelurahan anu... kalau makan sering ke warung soto di pinggir kantor pos itu atau dulu kalau mancing di kali itu... dekat sana ada rumahnya pak Anu yang sekarang sudah jadi kepala desa Anu”, weleh bukannya ini sejenis egoisme orang tua !!, apalagi kalau si ortu senangnya pamer kepada warga ’udik’ tentang keberhasilannya di’kota’.
Lantas dimana hak anak untuk memilih pergi mudik atau nggak.
Tapi sudahlah nggak perlu dibantah bahwa tradisi tersebut ada, hanya saja yang selalu menjadi kekesalan adalah bahwa KESIAPAN Pemerintah didalam menyiapkan sarana dan prasarana mudik tidak pernah sempurna, kurang pengalaman apa sih wong selama berpuluh tahun tradisi ini telah ada. Selalu saja ada istilah ”kesiapan operasional di H-7 , H-3 , H+2” dan seterusnya .

Jembatan belum rampung, jalan masih bolong, gerbong kereta nggak cukup, calo karcis menggila, hal hal yang selalu saja terjadi, nggak pernahkah kita bisa merencanakan dengan baik ? (nilai 7 lah paling tidak).Ini benar benar menjadi strereotype ciri bangsa kita juga lho.
Hal lain yang saya pikir adalah bahwa (ini juga ciri bangsa ini), kemanapun bangsa ini pergi, pasti akan kembali lagi kekampung halamannya (rindu sanak saudara tidak bisa digantikan dengan chatting di internet atau kirim MMS).

Akan tetapi mudik bisa memutar ekonomi kita lebih baik (benar benar sektor riil). Coba bayangin kalau 16 juta orang menghabiskan : misalkan rata rata Rp. 100 ribu/ orang pada masa mudik lebaran, berarti Rp 1,6 trilliun rupiah beredar pada saat itu, bukan main kan. Wah pihak mana ya yang mendulang keuntungan dari Mudik ini, sektor transportasikah ? atau retail lainnya?.


OK selamat Mudik saudara sekalian, hati hati dijalan.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Tak bisa dipungkiri tradisi mudik itu memang ada bos, terutama di kawasan pulau Jawa dan mereka punya alasan masing2 thd tradisi mudik itu ....

Saya termasuk salah satu mudikers, namun saya mencoba melihat dengan obyektif, tidak memaksakan diri, kadang2 biaya mudik saya kirimkan saja ke para ortu dan sanak saudara di kampung, mungkin lebih bermanfaat ...yang penting semua sehat ...benar gak bos?