Rabu, 06 Juli 2011

Ibukota (2)

Beberapa waktu yang lalu tepatnya dihari Senin 27 Juni 2011, terjadi kemacetan yang luar biasa hampir disemua jalan arteri utama Ibukota. Kemarahan dan kekesalan menjadi sangat wajar ketika beribu kendaraan hanya dapat berjalan beringsut seperti siput dan terkadang harus berhenti lama, kondisi tersebut terjadi mulai siang hingga tengah malam.Dapat dibayangkan pemborosan sumber daya waktu dan pemborosan bahan bakar minyak akibat kemacetan tersebut.
Kejadian ini disebabkan oleh karena dikuranginya kapasitas jalan akibat perbaikan jembatan di km 9 Jalan Tol Jagorawi arah ke Selatan (Bogor).
Perbaikan jembatan tersebut memang memerlukan manajemen pelaksanaan yang lebih baik sehingga semua pihak dpat lebih mengantisipasi keadaan yang akan terjadi. Selain Manajemen pelaksanan konstruksi, juga manajemen lalu lintas harus dilaksanakan dengan suatu kajian lalu lintas dan jaringan jalan dengan baik.
Apabila diperhatikan pada skema jaringan berikut, ternyata kejadian gangguan lalu lintas yang “HANYA” terjadi di km 9 jalan tol Jagorawi (arah Selatan/Bogor) telah meluluh lantakkan hamper sebagian besar lalu lintas di Jakarta. Dampak yang terjadi sampai beberapa belas kilometer ruas areri utama ibukota, dampak kemacetan mencapai jalan tol Bandara, Arteri Pondok Indah, Tomang, dan sebagian besar Jakarta Utara.




Akan tetapi kemudian pertanyaannya, seberapa mampu lagi kita meningkatkan kualitas metoda pelaksanaan pekerjaan (manajemen pelaksanaan konstruksi) dan manajemen lalu lintas ?, dan pada waktu yang lain tentunya akan ada lagi kegiatan perbaikan jembatan atau pemeliharaan lain dari ruas-ruas jalan di Jabotabek.
Dari kejadian tersebut ternyata dapat kita simpulkan bahwa kondisi transportasi di Ibukota sudah sangat kritis, sangat sensitive sekali terhadap adanya gangguan meskipun gangguan tersebut relative kecil ( misalnya ada satu mobil mogok saja berdampak besar).
Sudah nggak kurang tulisan para ahli transportasi mengenai kondisi transportasi di di wilayah Jabotabek dibahas, dibuat studinya dan sebagainya. Data menunjukkan timpangnya pertumbuhan infrastruktur transportasi dibandingkan dengan pertumbuhan sarana kendaraan pribadi.
Yang paling menonjol adalah tingginya pertumbuhan kepemilikan kendaraan roda dua dan juga perubahan moda transportasi pengguna kendaraan umum yang menurun drastic.
Pengguna bis (bis merupakan transportasi umum yang terbesar di jabotabek) turun dari 38 % menjadi 12.9% saja di tahun terakhir ini.
Skema berikut menggambarkan besaran dari lalu lintas harian rata rata di beberapa jalan tol di wilayah Jabotabek.



Dengan rata rata sekitar 200.000 kendaraan perhari di masing masing ruas, maka masuk akal kalau gangguan sedikit saja di ruas jalan utama di Jakarta, maka lumpuhlah transportasinya, apalagi gangguannya cukup besar seperti pada kasus perbaikan jembatan di Jagorawi.

Transportasi di Ibukota, menurut saya, hanya akan terurai kalau kita; Pertama, segera memiliki transportasi umum masal yang reliable, yang “SANGGUP / MAMPU” untuk memindahkan moda transportasi dari kendaraan pribadi ke sarana transportasi umum masal; Kedua, mulai secara bertahap mengatur dengan tegas pola penggunaan lahan agar sentra aktivitas dapat dikendalikan.

Mari kita ikut mendukung disegerakannya program pelaksanaan sarana dan prasarana transportasi umum masal yang reliable di Ibukota

2 komentar:

Obat Herbal Kanker Rahim mengatakan...

fotonya kapan berbaliknya pak?

cara mencegah penyakit sinusitis mengatakan...

semoga permasalahan yang terjadi di bukota segera terselesaikan.


gejala tumor lambung