Kamis, 23 Juni 2011

Superman is Dead Part II

>
Dalam beberapa hari di bulan Juni ini salah satu stasiun TV Lokal menyuguhkan sinema serial Superman, dari film yang dibuat tahun 70 an sampai dengan yang diproduksi tahun 2000 an, cukup asyik untuk sekedar bernostalgia dengan menonton film baheula yang pada jamannya sudah merupakan film yang tinggi teknologi pebuatannya


Di salah satu episode Film Superman tersebut Lois Lane sang wartawati Daily Planet menulis “Why the world doesn’t need Superman” yang memenangkan anugerah Pulitzer, Didalam artikelnya tersebut kira kira dia akan menulis antara lain ; bahwa Super Hero seperti Superman membuat kita melupakan the real Hero seperti guru, pemadam kebakaran, aktivis lingkungan atau yang lainnya.

Judul artikel Lois Lane itu cukup menggelitik saya untuk menulis posting ini (untuk kedua kalinya, beberapa tahun yang lalu juga pernah saya mengangkat topik ini).
Dalam kehidupan kita sekarang ini, dilingkungan kita sendiri (lingkungan pekerjaan, bertetangga, bernegara),.. cukup relevan untuk pertanyakan “ do we need SUPERMAN ?”.
Saya pikir kita tidak lagi membutuhkan SUPERMAN.
Yang kita butuhkan adalah SUPER TEAM, menciptakan SUPER TEAM akan lebih bermanfaat daripada memilih SUPERMAN atau beberapa SUPERMAN, SUPERTEAM akan mampu menciptakan achievement yang lebih baik dan lebih cepat karena chemistry nya sudah klop lingkungan yang terbentuk pasti hangat dan dinamis, penuh dengan trust dan saling mengisi kekurangan dan saling peduli.
Saya juga pernah membaca artikelnya Eileen Rachman & Sylvina Savitri di Harian Kompas bertajuk “ Inteligensi Kolektif”.
Inteligensi kolektif seringkali sulit terwujud, kinerja team yang beranggotakan orang orang Super (para SUPERMAN), seringkali berjalan tidak lancar mungkin karena sindroma too many brains, masalah egoism pribadi atau diantara para SUPERMAN tadi mempunyai masalah dalam hubungan interpersonal mereka (punya sejarah konflik).
Di artikel itu dikatakan bahwa dari suatu penelitian ditemukan fakta bahwa “kekuatan” yang dihasilkan kelompok lebih dipengaruhi oleh factor “CARE” atau kepedulian. Dengan individu individu yang berprestasi, dialog/komunikasi satu sama lain adalah sangat penting baik formal atau non formal. Perlu keterbukaan yang “GENUINE”.

He.. he. coba tengok sekeliling anda, saya percaya SUPERTEAM lebih diperlukan dari pada SUPERMAN atau sekumpulan SUPERMAN yang tidak punya rasa care.
“ People don’t care how much you know until they know how much you care” demikian kata John Maxwell .

Membentuk SUPERTEAM nggak gampang lho… karena para individualis yang egois pasti nggak suka akan hal itu.

We don’t need SUPERMAN.. we just need SUPERTEAM ... ..SUPERMAN is definitely dead.




3 komentar:

nuran mengatakan...

Pertama, TOP banget Mind Transportation aktif lagi. Kedua, rasanya saya sudah tidak berpikir lagi ada SUPERMAN atau SUPERTEAM, yang jelas saya butuh perubahan dan kemajuan.

heri susanto mengatakan...

Tantangan setelah "Superman is Dead" adalah melakukan "Reenginering The Company." Perusahaan harus membangun budaya dengan memfokuskan pada apa yang sungguh penting. Perusahaan harus menciptakan Team yang terdiri dari para karyawan di seluruh organisasi dari semua tingkatan. Perusahaan harus menciptakan rasa terarah ke sebuah Visi untuk menjadi perusahaan Global yang terpercaya dan tumbuh secara berkelanjutan.
Next :
Jika kita fokus pada perubahan.Bukankah terjadi setiap saat ? Dalam hitungan bulan, hari bahkan sampai hitungan jam dan detik ? Perubahan sebetulnya bukan sesuatu yang menakutkan meski belum tentu juga menggembirakan. Tapi jelas sesuatu yang pasti. Ada yang terjadi secara alamiah dan di luar kuasa kita, ada juga yang berubah karena campur tangan dan ulah manusia, baik sengaja maupun tidak sengaja.
Perubahan di lingkungan kerja pengertiannya secara umum dikenal dengan Reorganisasi dan Reposisi. Termasuk perubahan perilaku dan campur tangan manusia, jadi sifatnya disengaja. Tujuannya selalu untuk kebaikan dan kemajuan, untuk siapapun. Lantas kalau hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan....bukan karena tujuannya yang tidak baik, tapi karena proses dan eksekusinya yang belum benar. Sebabnya ? Biasanya karena terburu-buru dan reaktif. Tidak cukup analisis dan referensi. Kurang pikir dan kurang peka. Namun demikian tetaplah berpikir positif dalam melakukan perubahan di lingkungan kerja kita.

Mind Transportation mengatakan...

Teman teman yang baik, perubahan adalah keniscayaan, karena tidak ada seorangpun yang dapat menghindarinya, pasti akan terjadi. dan sudah seharusnya setip manusia berpikir positif untuk itu (kalau orang tersebut mau survive... he he). Perubahan di organisasi/perusahaan tidak selalu diartikan dengan reorganisasi atau reposisi, kedewasaan berpikir dan kematangan bertindak dari pelaku organisasi juga dapat membuat perubahan besar
(yang ini biasanya kalau nggak dengan bertambahnya usia, juga karena di"bentuk"/dilatih). Nah kalau saya membaca kompas tgl 21 mei (tulisannya eileen rachman), kok banyak benernya.
Chemistry, dialog/komunikasi sangat jarang dilakukan dengan keterbukaan yang GENUINE, lebih sering dengan ketertutupan yang berlandaskan kepentingan2 sesaat dan atau sektoral/individualis (susah lho ngukurnya memang, berapa kadarnya 'berbuat sesuatu untuk kepentingan organisasi dengan untuk kepentingan pribadi').
Saya tertarik dengan komentar Kang Heri tentang budaya dengan memfokuskan pada yang benar2 penting, kebetulan saya belajar dari ilmu audit bahwa ini yang dinamakan risk-based oriented.
kita harus mulai berpikir tidak hanya "what might go wrong", tapi harus juga melihat/memperhatikan "what must go right", sehingga fokus sumber daya kita bisa tambah efektif, ini bagian dari enterprise risk mangmt (ERM).
Dan kalau ditelusuri lagi ternyata 'Risk management is about culture' demikian kata seorang ahli, dan ketahuilah (katanya)bahwa "culture (maksudnya corporate culture) is a risk defense" yang paling mendasar dalam mengelola risiko, ini dapat dilihat seringnya human resource management dijadikan obyek dalam pengelolaan risiko.
Ada pertanyaan saya lebih lanjut; apakah diperusahaan anda sudah menemukenali "corporate core of competence" (kompetensi inti dari perusahaan, bukan perseorangan atau per jabatan lho..), atau kalau sudah dikenali , apakah kompetensi itu dipelihara oleh pengurus perusahaan ?, dari CEO sampai KOE (he he maksudnya kowe/ kamu).